Rabu, 24 Agustus 2011

Ziarah Kubur

Tata cara yang tidak berkaitan langsung dengan Al Qur’an serta praktek ritual yang mirip dengan perilaku.

kependetaan nasrani, hindu, yahudi, dan budha. Membuat kalangan tertentu merasa diatas angin untuk mencapnya sebagai perilaku agama yang menyimpang, sesat dan syirik.

Namun tradisi-tradisi kuno yang dikawinkan dengan kerangka islam ini tetap saja memberikan kesan spiritualitas yang mendalam. Bahkan kuburan wali sering diidentikkan dengan komplek keramat yang angker dan jauh dari keramaian. Tentu saja hal ini mengundang banyak pertanyaan, mengapa ritualitas ini memiliki nuansa yang mistis?

Sudah waktunya aktivitas ziarah kubur dikaji secara ilmiah melalui orang yang tepat. Salah satunya melalui H. Firdaus Hulwani, MA, Dosen Pendidikan Agama Islam STAI Bina Madani. Dia adalah salah satu orang yang memenuhi syarat untuk memberikan interpretasi, serta menggali makna ziarah yang terkandung didalam kaidah islam.

Duduk didepan makam pada waktu tertentu, pergi melangkahkan kaki  kesebuah tempat yang sering dicap “keramat” untuk berdoa.  Tentunya seolah-olah menciptakan pemandangan yang menyimpang dari kemurnian akidah. Karena dalam konsep Ketuhanan islam bahwa Allah tidak terbatas ruang dan waktu. “Berdoa itu sebenarnya bisa dimana saja, dan kapan saja.” Ungkap kalangan rasionalis. “Memang benar Allah tidak terbatas, masalah doa dimana pun tempat. Ya, Allah perintahkan. Kemudian Allah jamin akan kabulkan tetapi ada yang namanya tempat-tempat mustajab. Apa bedanya  orang berdoa di depan Ka’bah? Ka’bah itu batu. Apakah kita minta kepada batu? Begitu juga kita ziarah ke makam wali. Ya, tidak minta kepada wali,” ungkap firdaus untuk mengklarifikasi.

“Memang kalau berbicara para penziarah itu kan memang orang-orang yang bukan hanya melihat hal yang lahiriah saja. Karena antara anggapan orang yang serba lahiriah dengan orang yang berkecimpung dalam ilmu batin (hakikat) dalam memahami kematian saja sudah berbeda.” Lanjut alumni Universitas Al-Azhar ini.
“Orang yang serba formalis menganggap orang yang mati, ya mati. Nggak ada apa-apanya. Tapi kaum sufi memahami bahwa yang namanya mati itu kan cuma perpindahan alam saja, jadi berpindah dari alam yang lahiriah (dunia), kepada alam barzakh (kubur).”

Dalam Al Qur’an dikatakan, “Janganlah kamu menyangka orang yang mati di jalan Allah  itu mati begitu saja. Tetapi mereka hidup di sisi Allah mendapatkan kenikmatan.”

Sebagaimana orang yang tidak baik itu mendapatkan siksa maka orang yang baik-baik itu mendapatkan kenikmatan, bisa kadang-kadang saling menziarahi diantara mereka. Sampai ada keterangan para anbiya’ di kuburan mereka itu bermunajat, sholat, dll. keterangan Dalam hadits pun juga seperti itu bahwa namanya kematian itu bukan sesuatu yang terputus.”

Apakah ruh orang yang sudah meninggal tahu ketika diziarahi?

Dalam alam barzakh mereka itu mengetahui, mendengar, mengerti, dan berhubungan dengan orang yang menziarahi tetapi kebanyakan para penziarah kadang-kadang tidak mengerti. Seperti yang diajarkan Rasulullah kalau kita melewati kuburan kita disuruh mengucapkan salam dengan ucapan: Assalamu’alaikum ya ahlal qubur, kan begitu. Kum dalam kata ‘alaikum  dalam bahasa arab berarti dhomir mukhotob (orang kedua). Kalau orang kedua itukan sudah pasti orang yang diajak bicara berhadapan sebenarnya, bukan orang ketiga. Makanya pakai ‘alaikum bukannya ‘alaihim. Kalau ‘alaihim itu orang ketiga tapi ini pakai ‘alaikum berarti seakan-akan memang berhadapan.

Nah, ketika kita mengucapkan salam sebenarnya pada hakikatnya mereka pun membalas ucapan salam kita, itu yang pertama. Kemudian yang kedua ini jangankan kepada ruh orang-orang  mukmin. Rasulullah pernah mengajak bicara kuburan orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang mati ketika  dalam perang badar. Rasulullah Saw, pernah mengucapkan “wahai ahlul badar,  apakah kalian telah mendapati apa yg dijanjikan oleh  tuhanmu itu benar?”  Ketika Rasulullah berbicara seperti itu sahabat yang lain bertanya “Ya Rasul, apa mereka itu mendengar sedang mereka itu sudah mati?” Maka Rasulullah mengatakan, “mereka mendengar, mereka lebih mendengar daripada kalian tetapi mereka tidak bisa menjawab.”

Duduk didepan makam pada waktu tertentu, pergi melangkahkan kaki  kesebuah tempat yang sering dicap “keramat” untuk berdoa.  Tentunya seolah-olah menciptakan pemandangan yang menyimpang dari kemurnian akidah. Karena dalam konsep Ketuhanan islam bahwa Allah tidak terbatas ruang dan waktu. Berdoa itu sebenarnya bisa dimana saja, dan kapan saja. “Memang benar Allah tidak terbatas, masalah doa dimana pun tempat. Ya, Allah perintahkan. Kemudian Allah jamin akan kabulkan tetapi ada yang namanya tempat-tempat mustajab. Apa bedanya  orang berdoa di depan Ka’bah? Ka’bah itu batu. Apakah kita minta kepada batu? Begitu juga kita ziarah ke makam wali. Ya, tidak minta kepada wali.

Rasulullah Saw,  bersabda bahwa mereka lebih mendengar daripada kalian tetapi mereka tidak bisa menjawab. Apakah mungkin ruh orang sholeh, para syuhada, dan aulia  yang sudah meninggal  mereka juga bisa menjawab para penziarah?

Nah, disini mereka mendengar tetapi mereka tidak menjawab mungkin  karena ruh ini ruh orang kafir. Tapi kalau ruh orang mukmin pasti bisa menjawab.  Dalam arti begini kalau tadi mereka tidak bisa menjawab tetapi mereka ternyata benar-benar mendapati  janji Allah, bahwa orang yang menentang orang yang kafir itu mendapatkan siksa. Maka mereka disitu mungkin juga tidak diizinkan untuk menjawab tetapi mereka merasakan bahwa yang dijanjikan Allah memang benar. Mereka dapatkan ‘adzab Allah. Kemudian kebalikannnya,  dalam  alam barzakh orang-orang yang berada di sisi Allah. Mereka  akan mendapatkan nikmat diantaranya mereka diantara mereka bisa saling menziarahi, bisa saling menjawab, bahkan bisa mendoakan orang yang masih hidup.

Berarti bisa dibilang ruh orang yang meninggal dengan ruh orang yang hidup dapat saling berinteraksi?

Sebenarnya, memang kalau dari segi  seperti  ini, memang harus ada dalil yang bener dan jelas. Tapi memang pernah ada dimana ada di zaman abu bakar. Abu bakar melaksanakan wasiat seorang sahabat yang mati syahid dalam peperangan tapi dia punya hutang. Kemudian ruhnya itu diizinkan Allah bertemu dengan saudaranya,  dan ruhnya itu berbicara dengan saudaranya.  Dia bilang, “saya mempunyai harta rampasan tapi harta rampasan saya diambil oleh si fulan. Tolong kamu cari seandainya memang itu ada kamu jual kemudian kamu bayarkan hutang saya.”

Kemudian seorang yang bermimpi ini menceritakan hali ini kepada abu bakar. Kemudian Abu Bakar melaksanakan wasiat si mayit ini,  dicari-cari ternyata benar. Cerita ini kalau tidak salah ada didalam kitab ar-ruh  Ibnu Qayyim Al Jauzi.

Cerita-cerita seperti ini banyak sebenarnya.  Namun, masalah  seperti ini  tentunya tidak terlepas dari izin Allah. Serta tergantung dari kadar kesiapan orang yang masih hidup itu. Bisa berhubungan atau tidak.

Seperti apa bentuk interaksi kedua ruh tersebut?

Ya, biasanya itu lewat mimpi kalaupun bisa ada kadang-kadang bentuknya sadar. Bahkan, didalam hadits sendiri kalau Rasulullah mengatakan, “Siapa yang melihat didalam mimpi maka dia akan melihatku dalam keaadaan sadar.”   Berarti ada yang seperti itu. Dan didalam kitab-kitab, ada orang-orang yang mereka ditarbiyah (dididik) oleh Rasulullah diantaranya kalau Syeikh Abdul Qodir Isa, seorang ulama sufi dari Syiria yang selama hidupnya dididik oleh Rasulullah dalam keadaan sadar.

Karena hadits sudah menyatakan ruh itu junudun mujannadah (para tentara Allah). Apabila dia memang saling mengenal dia bisa saling kasih sayang. Tapi apabila mereka tidak mengenal maka mereka berpisah. Itu tergantung perkenalan mereka itu didunia, rasa cinta didunia. Nah, itu bisa langgeng.


Interaksi ruh atau Kerasukan arwah?

Terkadang banyak orang yang menyalah pahami pertemuan ruh antara yang masih hidup dan mati, dengan fenomena kesurupan yang berasal dari praktik spiritual pada zaman pra islam. Sehingga komunikasi ruhani dari orang sholeh yang sudah wafat sering diidentikkan dengan kondisi kerasukan arwah. Apa yang beda dan membuatnya berbeda?

Memang sulit dibedakan antara  jin, ruh orang soleh, dan malaikat.  Tinggal dilihat kalau memang itu sudah tidak menyimpang dari hukum syari’at. Biasanya itu ruh orang baik.  Kalau itu jin biasanya menyimpang dari hukum dan menjauhkan dari Allah, ada kepentingan nafsunya.

Pernah ada pertikaian ketika nabi wafat. Ada perbedaan pendapat tentang apakah Rasulullah ini dimandikan dengan cara dibuka bajunya atau bagaimana? Akhirnya ada diantara orang yang hadir itu tiba-tiba seperti orang kerasukan.  Jatuh, kemudian berbicara sendiri. Disuruh memandikan Rasulullah dalam keadaan masih ada bajunya.

Pemahaman akidah yang salah membuahkan motivasi berziarah yang beragam. Dimulai dari berziarah untuk menarik energi suci, mendapatkan ilmu gaib, menyelesaikan masalah, menyembuhkan penyakit, sampai melunaskan hutang.?

Memang orang-orang yang ziarah ini niatnya macam-macam.  Kalau mereka yang menempuh jalan Tuhan, yang mereka cari adalah jalan spiritual. Ya, mencari keberkahan jalan spiritual. Kemudian ketika yang ziarah itu mungkin pengusaha atau pedagang biasanya tidak lebih daripada hubungan finansial biar dagangan lancar. kalau yang punya hutang biar bisa terbayar, bagi yang pengangguran inginnya mungkin pulang dapat pekerjaan dan begitu seterusnya.

Sebenarnya, intinya mereka itu mencari ketenangan. Cuma bukan hanya mencari ketenangan tetapi bisa mencari solusi dari masalahnya, dan mereka menganggap ya wali ini dengan wasilah (perantaraan) nya bisa mempercepat tujuan yang dia inginkan.

Pada hakikatnya kalau mereka hanya percaya sebagai wasilah itu tidak ada salahnya. Karena semua yang ada didunia ini pasti tentu dengan wasilah juga. Kita percaya beriman kepada Rasulullah dengan wasilah adanya ulama. Tidak mungkin tiba-tiba kita langsung percaya kepada nabi Muhammad Saw tanpa wasilah-wasilah guru dan begitu seterusnya, cuma simbol aja.

Adakah aliran cahaya dan berkah penghuni kubur keramat?

Sebenarnya bukan masalah cahaya atau apa, tapi keberkahan dari orang soleh itu. Arti berkah  atau barokah itu kan berkembang, bertambah, dan manfaat. Itu arti berkah. Jadi, kalau dikatakan orang itu berkah, orang itu bisa memberikan manfaat banyak kepada orang disekitarnya. Terbukti misalkan kalau didaerah makam wali terkadang kita bisa lihat kok perekonomian hidup disitu? Banyak orang dagang, itu bentuk keberkahan wali disitu dalam ekonomi saja sudah jelas seperti itu. Belum yang lainnya, orang jadi tenang, mengingat kebaikan-kebaikannya, mengikuti jejak-jejaknya itu keberkahan juga. Nabi saw, bersabda: “Allah menjadikan aku berkah dimanapun aku berada.”

Kemudian Rasulullah juga pernah menyatakan “hidupku baik untuk umatku dan matiku juga memberikan kebaikan bagi umatku.” Jadi kebaikan orang-orang soleh itu ketika hidup maupun mati tetap ada.

Suasana yang nyaman, tenang, dan damai ditengah keramaian dunia. Membuat kompleks pemakaman wali bukan sekedar tempat ritual yang sakral. Tetapi kini kompleks pemakaman wali menjadi tempat-tempat pelarian kaum yang terpinggir: dari mulai pengemis, orang gila, orang cacat yang terlupakan, sampai pengembara, dan buronan. Ini pernyataan Claude Guillot seorang peneliti asal Perancis yang pernah menjadi dosen di berbagai universitas  Mesir, Tanzania dan Indonesia. Komentar anda?

Orang jika sudah bergelimangan dengan harta dengan kegemerlapan sekarang ini, banyak yang walaupun harta mereka banyak tetapi ketenangan tidak  didapat. Ada orang-orang yang memang mencari ketenangan itu ya seperti itu. Dzikir di makam, berdoa di makam wali mereka mendapat ketenangan disitu karena memang dimana-mana tempat makam itu kan jauh dari pada hiruk-pikuk. Selain itu juga mungin disitu banyak orang-orang disekitar itu yang tidak mampu, itu kan juga mengambil pelajaran disitu ya sedekah, melihat keadaan saudara kita yang masih banyak membutuhkan pertolongan.

Rasulullah saw, mengajarkan kalau manfaat ziarah diantaranya  untuk mengingat kematian. Diantara keadaan zaman sekarang penuh dengan matrealisme, orang suka lupa dengan kemewahan, kegemerlapan itu. Ketika seseorang berziarah kubur mengingat adanya kematian paling tidak mereka harus merenung apa yang harus saya persiapkan untuk mati? Padahal perjalanan masih panjang.


Karena berziarah kubur akan membuat kita ingat mati, apakah rutinitas ziarah dapat melahirkan sikap zuhud? Melepaskan cinta terhadap keberadaan duniawi dan materi dalam hati?

Diantaranya seperti itu karena bahwasanya selama ini mungkin kan banyak orang yang sifatnya tidak puas-puas dengan masalah dunia sedangkan Rasulullah mengajarkan zuhud. Zuhud itu ya tidak rakus dan enggak boleh rakus dengan dunia, engga boleh rakus dengan materi. Minimal tidak ada rasa memiliki sampai masuk kehati. Kalaupun secara lahir dia punya apa saja tetapi dia tidak merasa itu milik dirinya sendiri maka dia pasti akan membantu orang lain.

orang tidak akan merasakan mahalnya nikmat sehat, mungkin kalau dia enggak sering-sering lihat orang sakit. Atau mungkin dengan cara sering  pergi ke rumah sakit, lihat orang sakit pasti akan merasakan sangat mahal yang namanya kesehatan. Begitu juga orang dalam keadaan banyak harta, ketika  ziarah, ia melihat didepannya ada kematian menunggu. Apa yang harus disiapkan?

Secara keseluruhan moral apa saja yang terkandung dalam ziarah?

Pesan-pesan yang bisa kita ambil mungkin diantaranya dari ziarah itu bahwa ketika kita tau kita hidup didunia ini maka disitu ada yang namanya kematian. Kemudian kita hidup akan mati tapi kebalikannya kita mati untuk hidup. Jadi kita mati itu sebenarnya untuk menuju kehidupan yang abadi. Itu pesan moralnya berarti ketika kita ziarah bekal apa yang akan kita bawa atau kita siapkan? Berarti kehidupan berikutnya harus mempunyai bekal yang cukup.

Kemudian yang kedua, bahwasanya ziarah itu bagian daripada pembelajaran saling menolong sesama orang mukmin karena menolong itu tidak mesti berbentuk materi dan tidak terbatas ketika seseorang itu masih hidup. Nah, bentuk kita berdoa kepada orang-orang yang sudah meninggal itu bagian daripada sedekah.
“Inna bikulli tasbihatin shodaqoh”,  kita baca tasbih itu sedekah juga yang diajarkan didalam agama islam. Mendoakan saudara-saudara kita yang sudah meninggal itu adalah bagian dari pertolongan kepada mereka. Apa yang kita lakukan seperti ini kebaikannya juga kita dapat ketika kita mati.

Apakah ini berarti proses transfer pahala?

Memang, kan hukum orang menghadiahi pahala itu, “Jumhur Ulama” (mayoritas Ulama’)  mengatakan semua sepakat yang kita niatkan sampai. Adapun ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa, Imam syafi’i, menyatakan orang yang baca Al Qur’an  itu pahalanya tidak sampai kepada orang yang meninggal, adalah salah pemahaman. Jadi,  Syekh Zakaria al-Anshori berpendapat bahwa yang dimaksud Imam Syafi’i adalah, apabila dibacakan bukan di depan si mayit dan tidak diniatkan. Kalau didepan mayit tetapi tidak diniatkan malah tidak sampai.

Kemudian yang kedua maksudnya disitu dia niat baca tetapi setelah dibaca Al Qur’an  dia tidak hadiahkan pahalanya tidak membaca doanya itu menurut Syekh Zakaria al-Anshori. Ternyata Imam Syafi’I dalam sejarahnya pernah meriwayatkan bahwa beliau ziarah ke makam Imam Al-Laits bin Sa’ad dan beliau mengkhatamkan Al Qur’an disitu.

Bahkan ada suatu kelompok yang mengatakan pahalanya tidak sampai dengan dalil Ibnu Taimiyah. Tetapi ternyata Ibnu Taimiyah sendiri mengatakan si mayit bisa mengambil manfaat dari ibadah badaniah berupa sholat, puasa, ataupun sedekah. Apalagi berbentuk doa memohonkan ampunan. Fatwanya ada yang seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar